info.kpidriau@gmail.com
012883839

Quick Count Mempengaruhi Opini Publik; Peran Media Penyiaran Menjadi Penyeimbang Pemilu 2024

Quick Count Mempengaruhi Opini Publik; Peran Media Penyiaran Menjadi Penyeimbang Pemilu 2024 Penulis: Ofika Rahmat Julias

Pemilihan Umum merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara. Di Indonesia, Media penyiaran memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini publik, terutama dalam konteks pemilihan umum. Pada Pemilihan Umum 2024 di Indonesia, peran ini menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya partisipasi publik dalam proses demokrasi.

Media penyiaran yang mencakup televisi dan radio, memiliki akses langsung ke jutaan pemilih di seluruh Indonesia. Informasi yang disampaikan oleh media penyiaran ini dapat mempengaruhi cara pandang publik terhadap calon, isu, dan proses pemilihan itu sendiri. Oleh karena itu, media penyiaran memiliki tanggung jawab besar untuk menyampaikan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak bias.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir terdapat kekhawatiran tentang independensi media penyiaran di Indonesia. Beberapa media penyiaran diduga terpengaruh oleh kepentingan politik atau kekuatan ekonomi yang menjadi penentu yang dapat mempengaruhi narasi disampaikan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan informasi, penyebaran berita palsu, dan manipulasi opini publik.

Salah satu contoh penting dari peran media penyiaran dalam membentuk opini publik adalah melalui tayangan Quick Count atau hitung cepat. Quick Count memberikan gambaran awal tentang hasil pemilihan kepada publik. Namun, penting untuk diingat bahwa hasil Quick Count bukanlah hasil resmi dan final dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Oleh karena itu, media penyiaran harus menjelaskan ini kepada publik untuk menghindari kesalahpahaman.

Selain itu, media penyiaran juga harus memberikan konteks dan analisis yang mendalam tentang hasil Quick Count. Mereka harus menjelaskan implikasi politik dari hasil Quick Count, serta potensi dampaknya terhadap stabilitas politik dan sosial di Indonesia. Analisis ini harus berdasarkan data dan fakta serta tidak boleh bias atau memihak kepada kandidat ataupun partai politik tertentu.

Opini publik terhadap Quick Count cukup bervariasi, beberapa masyarakat menerima hasil Quick Count sebagai gambaran awal tren pemilihan. Mereka percaya bahwa Quick Qount memberikan gambaran cepat tentang hasil pemilu, meski bukan hasil final. Namun, ada juga yang skeptis serta khawatir bahwa Quick Count bisa dimanipulasi dan digunakan untuk membentuk opini publik yang meyesatkan ditengah-tengah masyarakat.  

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga independen bertugas melakukan pengawasan terhadap media penyiaran sangat penting untuk mencegah pelanggaran dan memastikan kepatuhan media penyiaran terhadap regulasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Dalam konteks Quick Count, KPI telah menyiapkan formula pengawasan siaran terkait Pemilihan Umum 2024, melalui penerbitan regulasi Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengawasan, Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum Pada Lembaga Penyiaran.

Dalam konteks Quick Count, KPI mengatur bahwa hasil Quick Count baru boleh ditayangkan 2 jam setelah pencoblosan. Ini merupakan bagian dari upaya KPI untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan adil dan transparan. Selain itu, KPI juga tengah mengawasi pemberitaan, penyiaran, dan iklan politik pemilu 2024, hal ini semua menunjukkan betapa pentingya peran KPI dalam memastikan bahwa media penyiaran menjalankan perannya dalam proses demokrasi serta mengikuti segala bentuk regulasi yang telah ditetapkan.

Pentingnya regulasi penyiaran yang efektif tidak boleh dianggap sebagai pembatasan kebebasan berpendapat atau kebebasan pers. Sebaliknya, regulasi tersebut seharusnya menjadi landasan yang kuat untuk menjaga keberagaman, kualitas, dan integritas media penyiaran. Dalam konteks pemilihan umum, regulasi yang baik dapat membantu mencegah penyebaran informasi palsu atau manipulatif yang dapat merusak proses demokrasi.

Namun, penting juga untuk dicatat bahwa regulasi sendiri tidak akan cukup jika tidak diiringi dengan kesadaran dan tanggung jawab dari semua pihak yang terlibat dalam industri penyiaran. Media penyiaran harus mengutamakan kepentingan publik, menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalisme yang etis, dan menghindari bias politik atau kepentingan tertentu.

 

Penulis merupakan Asisten Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau